PEMILU KITA BUKAN
UNTUK KITA
Sebelum
kemerdekaan, rakyat Indonesia tidak memiliki kebebasan untuk mendirikan
organisasi dan berserikat, walaupun kebebasan sosial, politik, dan berserikat
itu telah ada sejak zaman Yunani Kuno. Namun seiring waktu pemikiran rakyat
tentang pembatasan kekuasaan penguasa terus mengalami perkembangan. Termasuk
Indonesia di era perjuangan, dengan tekat yang kuat sehingga berdirilah
organisasi pertama, yaitu Boedi Oetomo. Ini menjadi titik awal kesadaran bangsa
dalam menyokong kebebasan sosial politik.
Indonesia
di masa demokrasi telah memberi kebebasan sosial, politik, dan berserikat
kepada masyarakat. Jimly Asshiddiqie (2012)
mengatakan bahwa setelah reformasi, melalui Perubahan Kedua UUD 1945 tahun
2000, Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan
mengeluarkan pendapat”. Sehingga secara langsung dan tegas telah memberi
jaminan kebebasan untuk berserikat (freedom
of association), kebebasan berkumpul (freedom of assembly), dan kebebasan
menyatakan pendapat (freedom
of expression). Di kehidupan kampus juga ada banyak organisasi
kemahasiswaan, khususnya yang memperhatikan tingkah laku pejabat dalam pemerintahan,
sensitif dengan kebijakan pemerintah, dan antusias menyimak isu-isu terbaru sosial
politik pemerintahan. Begitu pula kehidupan luar kampus dimana banyak organisasi
besar yang konsisten memperhatikan jalannya pemerintahan.
Isu hangat di Indonesia saat ini adalah kegiatan 5 tahunan yaitu
Pemilihan Umum (PEMILU) Legislatif. Terlihat jelas bahwa Indonesia telah
memberikan kemerdekaan dan kebebasan bagi rakyat untuk menyuarakan hak nya.
Tidak hanya masyarakat lokal, namun
perantau sekelas mahasiswa pun diberi kesempatan untuk menyuarakan haknya,
meski sedang di ranah orang. Begitu pula warga negara Indonesia yang sedang di
ranah asing, diberi kesempatan untuk mengapresiasikan haknya. Sungguh sistem
yang maju, peduli rakyat, dan patut diacungi jempol.
Namun ini tak bisa menutupi jika sistem politik di Indonesia masih
buruk dan terpuruk. Buruknya kondisi politik saat ini merupakan kesalahan
sistem yang sudah mengakar di Indonesia. Benny
Susestyo, seorang Aktivis Penggerak Manusia Merdeka, mengatakan bahwa politik yang ada sekarang ini adalah kepentingan pribadi dan merupakan
aktivitas transaksional semata. Jika melihat kegiatan pemilu kali ini, terbukti
hanya sebagian kecil masyarakat yang mengapresiasikan haknya sesuai hati
nurani. Banyak pemilih tertekan dan terancam oleh serangan fajar dari pihak
tertentu. Lebih buruk lagi, terjadi “jual-beli suara“ di kalangan masyarakat
tertentu, sehingga hasil voting tidak mewakili kepentingan seluruh golongan
masyarakat. Semua ini merupakan rentetan kesalahan
sistem yang sebelumnya sudah terjadi. Namun kondisi seperti ini masih bisa diperbaiki,
misalnya dengan seleksi ketat bagi para caleg dan peningkatan efektifitas kerja
panwaslu. Sehingga pemilu mampu mewakili kepentingan masyarakat dan negara di
masa yang akan datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar